Setiap dari kita mempunyai perjalanan-perjalanan tersendiri, bukan hanya
apa saja yang di temui sepanjang perjalanan tersebut tapi juga pengalaman dan
olah bathin yang kita dapatkan dari perjalan tersebut. Salah seorang backpacker
legendari pernah berkata “Certainly,
travel is more than the seeing of sights; it is a chance that goes on, deep and
permanent, in the ideas of living”. Benar adanya memang, perjalan bukan
hanya untuk sekedar melihat-lihat pemandangan semata, harusnya lebih dari itu,
bukan sekedar membeli cinderamata kenang-kenangan, tapi membeli pengalaman
hidup.
Kolom ini ditulis dengan tujuan yang seperti itu, dan lebih jauh lagi untuk
membagi pengalaman dalam suatu perjalanan, mulai dari pemandangan sampai dari
pengalaman dan olah bathin yang didapatkan. Hal lain yang ingin dicapai adalah,
apa yang dibagi tersebut dapat menjadi pijakan orang lain yang akan melakukan
perjalanan ke tempat atau tujuan yang sama, sehingga apa yang diperoleh orang
lain tersebut akan lebih lagi dan lagi. Kedepannya bila itu dibagi juga, maka
akan terus bergulir menjadi lebih besar.
Ketika diberi kesempatan mendapatkan perjalanan ke negara Jepang, hal
positif yang saya peroleh adalah pengalaman menghargai waktu dan disiplin.
Bayangkan, kolega Jepang yang mengantarkan perjalan meminta maaf dengan
sungguh-sungguh, hanya gara-gara kereta yang terlambat 30 detik. Di Indonesia,
bagaimana kita menyikapinya bila transportasi kita terlambat sampai hitungan
jam bahkan sering. Di Eropa saya dikejutkan bagaimana mereka menghargai
kualitas hidup. Dikota besar bagaimana pun, toko hanya akan buka Jam 8 pagi
sampai jam 5 sore dan tutup pada hari Sabtu dan Minggu. Sehingga waktu bagi
keluarga dan kerabat terasa berlimpah. Keramahan mereka seolah membawa keraguan
yang mengatakan kita adalah negeri yang paling ramah. Dibandingkan gerak
kehidupan di Jepang yang cepat dan cenderung terburu-buru, Di Eropa cenderung
lambat dan membosankan. Mereka seolah memiliki waktu yang melimpa untuk hidup,
berpikir dan merenung. Mereka seolah terlalu banyak membuang waktu tanpa
masalah, seperti halnya di cafe-cafe. Itulah kenapa banyak filsuf besar lahir
disana. Ada sedikit sebal dan iri terasa, mengapa banyak perusahaan besar
berkantor dan lahir disini, sebuah Negara Kecil bernama Swiss. Sedangkan
Indonesia yang besar dan luas hanya menjadi pesuruhnya. Hal baru lainnya juga
ditemukan di beberapa negara Asia seperti Cina dan Malaysia. Di Indonesia
sendiri, saya cukup kaget ternyata bandara di Hasanuddin di Makassar cukup
megah, padahal bayangan saya pasti Bandara tersebut seadanya. Inilah akibat
yang timbul karena kurangnya pengalaman dan pengetahuan hehehe....Padahal
bandara tersebut meraih predikat sebagai predikat bandara terbaik di Indonesia.
Pengalaman dengan perjalanan juga membuat kita merasa semua jarak terasa
dekat dan kita tidak terkaget-kaget dengan betapa budaya dan kebiasaan orang
yang beragam. Serta berani untuk selalu bermimpi dan bercita-cita besar.
Perjalanan yang saya alami masih terlalu sedikit, tapi dengan yang sedikit
itulah saya akan mulai berbagi serta belajar untuk lebih baik lagi. Pastinya,
kota-kota yang saya impikan selalu hadir dalam setiap doa saya ke pada Sang
Pemilik Alam Semesta ini, karena dengan perjalanan yang saya alami, saya akan
senantiasa selalu bersyukur dan mempertebal keimanan akan kuasa-NYA menciptakan
Bumi dan Isinya. Semoga Engkau perkenankan berjalan-jalan di tepi sungai Seine
sambil melirik menara Eiffel. Juga merenungi karunia kasih-MU yang tak
terhingga di tengah-tengah Trafalgar Square sambil menikmati pemandangan London
ditemani segelas kopi hangat, amin.
(iB)
0 komentar:
Posting Komentar